![]() |
FOTO. D.A. Malik, MH, (kiri) dan M. Ikhwan, MH (kanan) |
MATARAM, BL - Pernyataan Guru Besar FHISIP Universitas Mataram (Unram), Prof Sudiarto yang meminta Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal membatalkan rekomendasi tujuh nama Calon Direksi Bank NTB Syariah, menuai reaksi eks tim hukum 99 Iqbal-Dinda.
Dua orang tim hukum 99 Iqbal-Dinda yakni, D.A. Malik, MH, dan M. Ikhwan, MH menegaskan, pelibatan LPPI tidak tunduk pada ketentuan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang diperbarui melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2021 junto Perpes 46 tahun 2025 tentang Perubahan Kedua Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Mengingat di dalam Perpres tersebut, pengaturan lelang apabila sumber anggaran dalam proses seleksi bersumber dari APBN/APBD/APB Desa. Sedangkan, dalam kegiatan seleksi komisaris dan direksi Bank NTB Syariah, sumber pembiayaan dari non APBD atau APBN yakni dari Bank NTB Syariah,” ujar Ikhwan pada wartawan, Minggu 8 Juni 2025.
Ikhwan mengatakan bahwa sumber pembiayaan dari Bank NTB Syariah telah sesuai dengan kaidah hukum. Hal itu terdapat dalam Pasal 57 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Di mana dalam ketentuan tersebut menjelaskan, biaya penyelenggaraan seleksi Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi pada BUMD Provinsi menjadi beban provinsi atau BUMD itu sendiri,” jelasnya.
Sementara itu, DA Malik mengaku bahwa dalam kaidah hukum Pasal 57 Ayat (1), mengandung sifat alternatif yang mana sumber pembiayannya dapat bersumber dari APBD atau BUMD.
Sementara, dalam proses seleksi ini, sumber pembiayanya dari BUMD atau dana Bank NTB Syariah.
“Sehingga penting kita luruskan apa yang Prof. Sudiarto risaukan. Di mana ia menyatakan ada potensi korupsi dalam proses pelibatan LPPI tanpa melaui proses lelang,” tegasnya.
Malik mendaku bahwa keberadaan LPPI sebagai leading sektor dalam proses seleksi ini tidak perlu melaui proses lelang.
Sebagaimana pendapat hukum Prof. Sudiarto yang menyadur ketentuan pengadaan barang dan jasa.
“Dan proses penetuan LPPI yang tanpa melalui proses lelang juga telah mememenuhi asas lex spsesialis sistematis. Sehingga sama sekali tidak ada unsur perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang (maladministrasi) dalam penentuan LPPI sebagai lembaga professional yang ikut melakukan kegiatan seleksi komisaris dan direksi Bank NTB Syariah,” jelas Malik.
M. Ikhwan, melanjutkan bahwa pendapat hukum Prof. Sudiarto bisa saja keliru. Mengingat sumber informasi mengenai pembiayaan seleksi ini terdapat kekeliruan, sehingga hal tersebut penting untuk mereka klarifikasi.
“Menurut hemat kami, hasil seleksi oleh tim pansel dan LPPI yang diserahkan kepada Gubernur NTB, tetap lanjut. Karena sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yakni melalui proses verifikasi akhir oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia,” ungkapnya.
Lebih jauh, Ikhwan meyakini, apa yang Gubernur Lalu Iqbal lakukan selaku pemegang saham pengendali sudah sesuai proses. Juga merupakan bagian dari penerapan prinsip meritokrasi. Serta, sebagai upaya pembenahan terhadap lembaga keuangan daerah.
“Agar ke depannya, orang orang yang ia tempatkan sebagai pengelola Bank NTB Syariah merupakan orang orang yang profesional. Sehingga seluruh proses prosedur formal yang ditempuh oleh pemegang saham sudah seharusnya kita hormati dan mendapat apresiasi oleh seluruh pihak,” jelasnya.
Sebelumnya, Sudiarto menyampaikan bahwa dugaan pelanggaran aturan dalam proses seleksi yang melibatkan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI).
Prof. Sudiarto menilai, Bank NTB Syariah telah menggunakan jasa LPPI tanpa melalui proses lelang sebagaimana dalam regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ia menegaskan, pengadaan jasa senilai Rp400 juta oleh Bank NTB Syariah telah melanggar ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 yang diperbarui melalui Perpres Nomor 12 Tahun 2021. (R/L..).