![]() |
Oleh: D.A. Malik *) |
BEREDAR di beberapa media sosial, opini singkat yang diurai Direktur NasPol NTB berjudul “Mendagri Tegur Gibernur Iqbal, Ekonomi NTB Minus : Antara Realitas Ekonomi dan Retorika Kosong Gubernur Iqbal.
Dalam tulisannya, Direktur NasPol NTB mengurai pernyataan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dalam Rakor Inflasi 2025. Bagi Ardiansyah (Direktur NasPol NTB), pernyataan kemendagri bukan sekedar kritik biasa. Melainkan tamparan keras bagi kepemimpinan Gubernur Lalu Muhamad Iqbal, yang baru setahun memimpin namun sudah mencatatkan prestasi sebagai kepala daerah dengan performa ekonomi terburuk.
Lebih mengiris lagi, karena Iqbal dikenal sebagai figur cerdas, diplomatis, dengan pengalaman internasional yang panjang. Namun, pengalaman global ternyata tak menjamin kemampuan mengelola persoalan ekonomi lokal.
Sehingga dalam simpulannya, Ardiansyah (Direktur NasPol NTB), menyatakan Visi Misi yang diusung Iqbal Dinda yang menyatakan NTB Makmur Mendunia, merupakan retorika dan pepesan kosong Tak Bermakna. Sehingga harus dilakukan evaluasi total NTB Butuh Gubernur yang Bekerja, Bukan Sekadar Berpidato.
Secara obyektif, simpulan yang diberikan saudara Ardiansyah, merupakan simpulan yang relatif dan nampak belum move on, mengingat masa kepemimpinan Iqbal-Dinda baru seusia jagung yakni 100 hari lebih. Sehingga bagi penulis, wacana yang menyebutkan jargon NTB Makmur Mendunia di bawah kepemimpinan Gubernur Lalu Muhammad Iqbal dan Wakil Gubernur Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) adalah kosong dan tidak bermakna perlu dianalisis secara lebih mendalam dengan pendekatan ilmiah dan berbasis data.
Dalam beberapa catatan, kendati pemerintahan Iqbal-Dinda baru seusia jagung, telah banyak yang dilakukan, baik mulai pembenahan birokrasi dengan menyodorkan sistem meritokrasi, upaya peningkatan daya beli masyarakat melalui gelaran pasar murah, turun ke kantong kemiskinan dan memerintahkan Bapeda serta Perkim untuk menindaklanjuti rehab rumah kumuh, telah mendalam terhadap efisiensi anggaran dan akselerasi program pembangunan dengan memangkas belanja yang tidak produktif.
Melaksanakan event besar seperti pertemuan Duta Besar dari 28 Negara, melangsungkan balap mobil GT di Mandalika, melakukan kegiatan Sport Tourism Paralayang di Lancing lombok Tengah yang mengkombinasikan gelaran olah raga dan wisata sekaligus, melaksanakan tata kelola pengiriman ternak melalui penerbitan gubernur (Pergub) terkait PCR ternak.
Selanjutnya, melakukan koordinasi dengan Presiden dan berbagai kementerian dan banyak lagi agenda strategis yang telah dilakukan oleh Pemerintahan İqbal-Dinda termasuk belakang ini, upaya persiapan pekan olah raga masyarakat yang akan digelar pada bulan Juli mendatang. Serta, persiapan gelaran desa berdaya.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, mulai dari Upaya peningkatan daya beli masyarakat, efisiensi anggaran dan akselerasi program pembangunan menunjukkan komitmen yang kuat untuk mewujudkan visi NTB Makmur Mendunia.
Oleh karena itu, jargon yang mengatakan NTB Makmur Mendunia tersebut sebatas retorika kosong tanpa makna, sangat sumir dan mengandung kesesatan berpikir (vallacy).
Secara ilmiah, retorika, sebagaimana dikembangkan dalam konsep pemikiran Retorika Aristoteles, oleh Kennedy mendefinisikan kata Retorika melalui Jurnal On Rhetoric: A Theory of Civic Discourse (1991), sebuah interpretasi klasik Aristoteles tentang Retorika dan relevansinya dalam konteks diskursus publik.
Kata Retorika didefinisikan sebagai ”The faculty of observing in any given case the available means of persuasion yaitu kemampuan untuk mengamati dalam setiap kasus yang ada dan cara untuk meyakinkan publik.
Sehingga, dalam konteks ini, Aristoteles mengembangkan tiga pilar utama dalam retorika yaitu pertama Ethos (kredibilitas pembicara), kedua Pathos (kemampuan menyentuh emosi audiens publik dan terakhir Logos (argumentasi logis dan rasional).
Dalam pengertian di atas, retorika, bukanlah sekadar seni kata-kata kosong yang dimaknai dangkal oleh sebagian masyarakat, melainkan alat untuk membangun kepercayaan publik dan mewujudkan konsensus sosial melalui penyampaian gagasan secara persuasif, terstruktur, dan kontekstual. Dengan demikian, retorika NTB Makmur Mendunia memiliki makna sebagai strategi Ethos, Pathos dan Logos.
Secara tekstual, “Ethos” atau Kredibilitas Pemimpin dapat ditelusuri melalui slogan NTB Makmur Mendunia, yang mana pemerintahan NTB berusaha membangun ethos politik, yakni memperlihatkan diri sebagai pemimpin yang berwawasan global namun tetap berpijak pada kebutuhan lokal.
Latar belakang Iqbal sebagai diplomat memberi bobot kredibilitas internasional yang menjadi modal simbolik bagi NTB di panggung nasional dan global. Kredibilitas ini penting untuk membangun jejaring kerja sama internasional, termasuk dalam investasi, ekspor, dan pariwisata halal.
Sementara “Pathos” yakni Menggugah Harapan Masyarakat dapat dimaknai sebagai slogan yang menyentuh emosi kolektif masyarakat NTB yang selama ini merasa termarjinalkan dari narasi pembangunan nasional.
Frasa Makmur menciptakan gambaran ideal tentang kesejahteraan yang inklusif, sementara Mendunia membangkitkan kebanggaan dan harapan akan eksistensi NTB sebagai wilayah yang kompetitif secara global.
Sedangkan *Logos” yakni tentang argumentasi rasional dan capaian konkret, yang mana secara logos, beberapa indikator objektif telah menunjukkan bahwa retorika ini bukan sekadar narasi kosong. Saat ini, BPS dalam cacatan pertumbuhan ekonomi NTB diluar tambang mencapai 5,57 Persen, melebihi rata-rata nasional (5,03%).
Sedangkan, sektor pariwisata NTB secara konsisten berada dalam peringkat atas nasional.sehingga penggunaan retorika politik seperti NTB Makmur Mendunia bukan sekadar simbolisme, tetapi merupakan strategi komunikasi politik untuk mengarahkan opini publik, menyatukan visi kolektif dan menciptakan legitimasi pemerintahan.
Retorika tersebut menjadi medium untuk mengkonsolidasikan elite politik, birokrasi, dan masyarakat sipil ke dalam satu arah kebijakan pembangunan, dengan nilai-nilai seperti produktivitas, inovasi, dan integritas sebagai fondasi utama.
Retorika dalam Aristotelian bukan sekadar ornamen kata, melainkan alat rasional dan etis dalam kepemimpinan. Dalam konteks NTB di bawah Iqbal-Dinda, retorika Makmur dan Mendunia mengandung tiga kekuatan: Pertama; Membangun kredibilitas global dan lokal (ethos). Kedua; Menggerakkan partisipasi dan harapan rakyat (pathos). Ketiga; Didukung oleh data dan arah kebijakan yang rasional (logos).
Oleh karena itu, menyederhanakan makna kata retorika tersebut sebagai kosong tak bermakna menunjukkan pendekatan yang ahistoris dan tidak memahami kompleksitas komunikasi politik modern. Kritik terhadap pelaksanaan kebijakan tentu valid.
Kritik terhadap Gubernur Iqbal bersifat wajar dalam demokrasi, namun semestinya dilakukan dengan landasan data dan kerangka ilmiah, bukan retorika yang bersifat reduktif.
Pernyataan Gubernur Iqbal tidak dapat disebut retorika kosong jika dilihat dari segi substansi logis, data empiris, dan konteks kebijakan publik. Penyampaian informasi pemerintah juga merupakan bagian dari strategi komunikasi politik yang sah, bukan semata propaganda.
*Penulis : Eks Ketua Relawan Sahabat Turki