Soal Putusan DKPP, Policy Plus Sebut DKPP Latah dan Berbeda dengan MKMK -->

Soal Putusan DKPP, Policy Plus Sebut DKPP Latah dan Berbeda dengan MKMK

Selasa, 06 Februari 2024, Selasa, Februari 06, 2024

 

FOTO. Dr. Adhar Hakim. 















MATARAM, BL – Pendiri Lembaga Riset dan Konsultan Kebijakan Publik Policy Plus Dr Adhar Hakim, mengatakan bahwa keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memberi sanksi peringatan keras terhadap ketua dan anggota KPU, lantaran menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai capres dinilai berlebihan.


Sebab, menurut Adhar, putusan DKPP ini terkesan latah dengan keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memutuskan terjadinya pelanggaran etik terkait batas usia presiden dan calon wakil presiden.


"Karena substansi putusan DKPP sangat kuat mengandung unsur penyelundupan hukum," tegas Adhar pada wartawan, Selasa 6 Februari 2024. 


Adhar menilai, keputusan DKPP sangat  berbeda dengan keputusan MKMK yang cukup terang benderang menyatakan telah terjadi pelanggaran etik. Sementara substansi putusan DKPP secara norma dan asas hukum terkesan lemah.


Hal tersebut dapat dilihat dalam ratio decidend (pertimbangan putusan). DKPP dalam pertimbangannya menyebut bahwa tindakan KPU sebagai teradu dalam menidaklanjuti Keputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah keputusan yang sesuai dengan konstitusi. Namun DKPP dalam putusan selanjutnya DKPP justru tidak konsisten.


DKPP dalam putusannya terkesan tidak terlalu memahami bahwa tindakan KPU semata-mata karena pertimbangan bahwa putusan MK bersifat selfexecuting, atau harus segera dilaksanakan.


Artinya, DKPP harus paham bahwa KPU tidak perlu lagi menunggu revisi terhadap UU Pemilu.


Karena dapat dipahami secara mutatis mutandis putusan MK berlaku bagi putusan peraturan dibawah undang-undang.


"Semestinya DKPP melihat itikad baik KPU dalam melihat putusan MK. Apalagi timline jadwal pilpres dalam pemilu tidak boleh lagi dirubah-rubah jika tak ada alasan mendasar,” ujar Adhar.


Lebih lanjut dibeberkannya, sejatinya apa yang dilakukan KPU telah sesuai dengan itikad yang ada dalam penerapan hukum progresif, bahwa KPU telah mengambil posisi mengutamakan keadilan.


Putusan MK terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden bersifat erga omnes, atau final dan mengikat umum.


“Jadi sikap KPU sudah tepat. Etika mana yang dilanggar oleh KPU,” ucap Adhar 


Mantan Ketua Ombudsman Perwakilan NTB ini, mengaku justru menyayangkan nuansa pilpres saat ini yang kental dengan sikap politik yang memfregmentasi demokrasi.


Hampir setiap substansi hukum diterjemahkan dalam kepentingan politik. Padahal pendekatan hukum dan politik beda.


Akibatnya adalah biasnya norma hukum tentang demokrasi. Hal ini berakibat terpinggirkannya hukum. Sehingga, DKPP, seperti terpengaruh dengan suasana politik terkini.


“Menurut saya tidak ada etika yang dilanggar KPU,” kata Adhar. 


Ia menambahkan bahwa,  jika KPU tidak taat pada mekanisme jadwal pilpres yang telah mereka susun akan berakibat pada potensi pidana pemilu.


Oleh karena itu, putusan DKPP sangat kental bernuansa terjadinya penyelundupan hukum. Hal ini berpotensi semakin membuat riuhnya pilpres.


"Kalau temuan MKMK menemukan pelanggaran etik, bukan berarti jika KPU menerima pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran berarti juga ada pelanggaran etik. Itu salah,” tandas Adhar Hakim. (R/L..).

TerPopuler