![]() |
MATARAM, BL Permasalahan sampah di Provinsi NTB semakin mengkhawatirkan.
Data yang dihimpun wartawan, menunjukkan volume sampah yang dihasilkan warga terus meningkat, namun tidak diimbangi dengan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Kebon Kongok dan armada pengangkutan yang memadai.
Tercatat, volume sampah yang masuk ke TPA Kebon Kongok, Lombok Barat (Lobar) mencapai 300 sampai 350 ton sampah per harinya.
Dengan total sampah yang masuk per hari mencapai ratusan ton, membuat daya tampung landfill di TPA setempat semakin berkurang.
"Sampah yang masuk ke TPA Kebon Kongok itu, hanya 40 persen yang bisa tertampung. Dan, selebihnya tidak bisa. Karena TPAR Kebon Kongok juga sudah overload," ujar kata Anggota Komisi II DPRD NTB Lalu Arif Rahman Hakim pada wartawan, Kamis 4 Desember 2025.
Politisi Nasdem ini, mengaku bahwa kondisi sampah yang tidak sebanding dengan kapasits TPA Regional dan armada pengangkutan yang memadai, harus menjadi perhatian serius jajaran Pemprov NTB.
Mengingat, tidak saja di Lobar. Namun kondisi serupa juga terjadi di Lombok Tengah (Loteng).
Karena itu, perlu ada solusi konkret untuk mengurangi ketergantungan sampah.
"Dari kunjungan yang kami lakukan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lobar saat ini, sedang melakukan inovasi. Yaitu melalui sistem Manajemen Sampah Zero Waste (Masaro). Teknologi Masaro ini bisa
pengolah sampah dengan kapasitas 20 ton per hari yang sedang di kembangkan di Lingsar dan Narmada," jelas Lalu Arif
Menurutnya, teknologi ini mengubah sampah menjadi produk bernilai ekonomi seperti pupuk dan kompos. Masaro akan di-launching Desember ini.
"Maka, ini sebuah terobosan yang baik dalam pengelolaan sampah," kata Arif.
Ia menyebut bahwa, Pemkab Lobar kekurangan armada untuk mengangkut sampah. Saat ini, daerah itu hanya memiliki 20 unit armada untuk mengangkut sampah yang melayani 10 kecamatan se-Lobar.
Ironisnya, kata Arif, biaya operasional hanya Rp 40 juta per tahun yang dipergunakan untuk biaya pemeliharaan kendaraan jika terjadi kerusakan.
Sehingga, lanjutnya, Pemprov NTB harus bisa melakukan intervensi. Yaitu melalui APBD NTB untuk membantu Pemkab Lobar.
"Dengan Lobar yang masuk wilayah Provinsi NTB dan kebetulan ketempatan TPA Regional Kebon Kongok yang dimiliki Pemprov, maka sudah sepatutnya Pemprov membantu pendanaan ke Pemkab Lobar," tegas Lalu Arif.
Sementara itu, Anggota Komisi II lainnya, Salman Alfarizi mengatakan penanganan sampah di Lobar dan Loteng sangat urgen.
Hal itu, lantaran dua wilayah ini kini telah menjadi daerah kunjungan banyak wisatawan di Provinsi NTB.
Namun, lantaran keberadaan sampah di dua daerah itu, hal ini dirasa sangat mengganggu citra pariwisata di Provinsi NTB.
"Pengaturan sampah yang enggak baik, itu menjadi cerminan wajah pariwisata NTB. Ini harus disikapi," tegasnya.
Menurut Salman, pengembangan pariwisata mendunia menjadi salah satu program unggulan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal.
Untuk itu, politisi PAN ini, mengingatkan agar jangan sampai tumpukan sampah mengganggu citra pariwisata di mata wisatawan.
"Kami (Komisi II DPRD NTB), mendorong pemprov mengintervensi pengelolaan sampah di Lobar dan Loteng. Bahkan, bila perlu di sejumlah wilayah lainnya di NTB," kataSalman Alfarizi.
*Pekerjaan Landfill Terkendala
![]() |
| FOTO. Sampah di TPA Regional Kebon Kongok yang berserakan lantaran areal lahan tidak mampu menampung volume sampah tiap harinya. |
Terpisah, Kepala UPTD TPA Regional Kebon Kongok, Radyus Hidarman mengatakan, pengerjaan area landfill sudah dilakukan pada 2024. Perluasan TPA atau landfill mencapai seluas 20 are.
Namun, karena sejumlah kendala di lapangan, seperti struktur batu yang sangat keras sehingga pekerjaan dilanjutkan tahun ini.
Sebenarnya bukan perluasan. Tapi lebih ke optimalisasi landfill saja,” ujarnya.
Radyus mengaku, telah bersurat ke Pemkot Mataram dan Pemkab Lobar terkait pengerjaan area landfill tersebut.
Dengan adanya pekerjaan landfill itu berakibat pada pembatasan jumlah sampah yang terangkut ke TPAR Kebon Kongok. Baik sampah dari Pemkot Mataram maupun Pemkab Lobar.
"Kalau sekarang kami kasih jatah satu rit per hari,” katanya.
Sebelumnya, satu kendaraan truk sampah bisa mengakut tiga rit sehari. Jika Kota Mataram memiliki 47 armada, maka ada 141 truk sampah yang masuk ke TPAR Kebon Kongok.
Demikian, dengan Kabupaten Lobar. Jika pemkab tersebut memiliki 18 truk sampah maka jumlah angkutan sebanyak 54 rit per hari. “Jadi sekarang cukup satu rit saja,” ucap Radyus.
Penerapan skema tersebut, kata Radyus, agar tata kelola sampah bisa mulai dari hulu. Dengan kebijakan itu, ia berharap sudah mulai ada pembatasan kiriman sampah dari hulu.
“Selama ini kan memang ada pembenahan tata kelola sampah tapi belum masif. Nah dengan pembatasan ini pengelolaan sampah lebih maksimal lagi,” ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa Dinas LHK menawarkan solusi kepada dua wilayah untuk mengoptimalkan sarana prasarana (sarpras) yang ada.
Seperti upaya Pemkot Mataram untuk mengoptimalkan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Sandubaya, sehingga dapat mengurangi volume sampah ke TPA Kebon Kongok.
Pemkot Mataram juga telah menganggarkan miliaran dana untuk perluasan landfill agar usia dari operasional TPA Kebon Kongok lebih lama.
Bahkan, rencananya Pemkot Mataram siap membangun Pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kebon Talo Ampenan yang dapat mengolah sampah dalam volume lebih banyak.
Hal yang sama juga harus Pemkab Lobar lakukan. Misalnya, memaksimalkan Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R). Selain itu, TPST di Batulayar juga bisa dimaksimalkan.
"Lombok Barat juga punya rumah kompos dan pusat daur ulang sampah di Lingsar. Tentu ini bisa dimaksimalkan,” tandas Radyus Hidarman. (R/L..).

