![]() |
FOTO. H Lalu Pelita Putra |
MATARAM, BL - DPRD NTB melalui Komisi II yang membidangi perekonomian mendesak kebijakan pemungutan royalti musik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021, agar ditinjau ulang.
Ketua Komisi II DPRD NTB H Lalu Pelita Putra mengaku bahwa kebijakan pemungutan royalti musik, dinilai bisa menjadi bumerang bagi daerah, terutama dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Mengingat, sektor kuliner dan hiburan merupakan penyumbang PAD signifikan bagi pemerintah daerah.
"Kami khawatir, adanya beban tambahan berupa royalti, tentunya akan memicu kenaikan harga jual hingga penurunan daya beli masyarakat. Makanya, baiknya ditinjau ulang saja penerapanya," katanya pada wartawan, Kamis 21 Agustus 2025.
Politisi PKB ini, mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar banyak keluhan dari pelaku wisata. Mulai di Kota Mataram dan kawasan periwisata lainya, seperti Lombok Barat, KLU dan Lombok Tengah, yang mulai risau atas adanya, kebijakan pembayaran royalti tersebut.
"Ini bisa jadi ancaman. Efek sampingnya mulai dari meningkatnya harga jual, daya beli menurun, hingga turunnya omzet pelaku usaha,” tegas Pelita.
Ia mengatakan bahwa, mekanisme pembayaran royalti kepada musisi memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, namun penerapannya di sektor kuliner dan hiburan harus jelas, transparan, dan tidak membebani konsumen secara berlebihan
“Apakah ini solusi, atau malah menambah masalah di masyarakat? Beban masyarakat sudah terlalu banyak, jangan ditambah lagi,” ungkap Pelita.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa pihaknya mendesak pemerintah pusat dan daerah mengkaji ulang kebijakan ini secara menyeluruh agar tidak menjadi bom waktu yang justru merugikan pemerintah dan pelaku usaha.
Pelita mendaku bahwa agar ada kajian yang mendalam atas kebijakan royalty musik tersebut. Sebab, lanjutnya, kebijakan tersebut tidak saja berdampak pada pelaku usaha, tapi juga menambah beban masyarakat.
“Terkait royalti musik yang sedang ramai dan menjadi perdebatan, banyak musisi berpendapat bahwa itu adalah hak ekonomi mereka atas karya mereka. Hanya saja, terkait struk restoran yang beredar dan mencantumkan biaya royalti musik, perlu didalami dan dipertanyakan,” jelas Lalu Pelita. (R/L..).