![]() |
MATARAM BL - Momentum peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di kaki Gunung Rinjani dimaknai dengan cara berbeda.
Ratusan pecinta alam dan masyarakat yang diprakarsai Mapala FEB Universitas Mataram menggelar perayaan kemerdekaan melalui pendakian ke Pos II dengan menggelar sarasehan dan upacara bendera melawan segala bentuk reduksi makna Gunung Rinjani.
Adapun perwakilan masyarakat setempat yang hadir. Salah satunya, yakni Komunitas SembaluNina sebagai perwakilan dari masyarakat Sembalun yang menjadi penerima konsekuensi langsung dari salah kelola di kawasan gunung api tertinggi ketiga Indonesia tersebut.
Ketua SembaluNina, Lia mengatakan bahwa sarasehan dengan berbagai komunitas pencinta alam ini, merupakan bentuk keprihatinan semua komunitas. Di antaranya, Aliansi Rinjani Bagus yang sejak awal konsisten menolak komersialisasi kawasan konservasi di Gunung Rinjani.
“Kita memaknai Rinjani dengan cara yang berbeda. Bagi wisatawan Rinjani hanya destinasi, bagi pemerintah ia hanya salah satu sumber retribusi, bagi investor ia hanya area eksploitasi. Tapi bagi masyarakat, Rinjani adalah ibu dan rumah," ujar Lia dalam siaran tertulisnya, Senin 18 Agustus 2025.
Ia menegaskan bahwa gerakan saveRinjani yang kini digaungkan pihaknya adalah bentuk penolakan atas pengelolaan kawasan konservasi yang dilakukan dengan logika pasar tanpa penghormatan dan pertimbangan sosial-ekologi.
Padahal, prinsip-prinsip konservasi yang seharusnya menjadi tugas utama BTNGR selaku pengelola harus banyak dikedepankan.
"Komersialisasi kawasan konservasi Rinjani sebagai bagian dari kerusakan sistemik yang terjadi di seluruh negeri. Ingat, kemarin Sangihe dan Raja Ampat, hari ini Rinjani. Mau berapa banyak lagi korban sebelum kita hentikan kerusakan ini dari jantungnya?,” ungkap Ketua Aliansi Rinjani Bagus. Lalu Sapta.
Ketua Mapala FE Unram, Dede selaku inisiator acara menekankan bahwa semangat pergerakan untuk melindungi Rinjani harus terus disuarakan.
Ia mengaku bahwa usaha-usaha perbaikan kawasan Gunung Rinjani agar juga menyasar pada keberpihakan pada masyarakat lokal yang berada di lingkar Rinjani.
Di mana, pada HUT RI ke-80 RI kali ini, seyogyanya tidak hanya bermakna merdeka dari penjajahan politik, tetapi juga dari penjajahan ekologi dan ekonomi yang dilegalkan melalui kebijakan seperti yang terjadi saat ini.
"Gerakan Save Rinjani, adalah upaya kami untuk menyelaraskan langkah pergerakan untuk tidak hanya menggagalkan semua usaha komersialisasi yang ada saat ini, akan tetapi mendorong perubahan institusional untuk mengentikan legalisasi kerusakan sistemik yang terus berulang," tegas Dede.
Ia menjelaskan bahwa gerakan Save Rinjani memokuskan pada tiga hal yakni, menghapus logo brand komersial dari rambu-rambu keselamatan di sepanjang jalur pendakian Gunung Rinjani.
Kedua, mengembalikan kawasan Segara Anak sebagai Zona Inti, sesuai fungsi konservasi alaminya.
"Dan ketiga, kami menuntut Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dan Geopark Rinjani-Lombok untuk menyatakan sikap terbuka menolak semua bentuk komersialisasi di kawasan konservasi," jelas Dede
Lebih lanjut dikatakannya bahwa gerakan Save Rinjani akan terus konsisten bekerja melalui media, aksi-aksi di lapangan dan forum-forum dialogis.
Dede menyakini bahwa kemenangan dapat diraih dengan terus membangun komitmen bersama masyarakat termasuk dan terutama masyarakat adat lingkar Rinjani sebagai pemilik sah gunung Rinjani.
"Kami juga, menagih keberpihakan wakil rakyat di DPRD NTB dan DPR RI, serta terus mendorong political will dari Pemerintah Daerah Provinsi NTB selaku kepala daerah dan perpanjangan tangan pemerintah pusat, BTNGR selaku pengelola dan Geopark-Rinjani Lombok sebagai penjaga dari warisan bumi di pulau Lombok," tandas Dede. (R/L..).