Tinggal Setahun Zul-Rohmi Pimpinan NTB, Agus Ingatkan Angka Kemiskinan Rentan Digoreng, FITRA : Kemiskinan NTB Tak Capai Target RPJMD -->

Tinggal Setahun Zul-Rohmi Pimpinan NTB, Agus Ingatkan Angka Kemiskinan Rentan Digoreng, FITRA : Kemiskinan NTB Tak Capai Target RPJMD

Jumat, 30 September 2022, Jumat, September 30, 2022
FOTO. Dr. Agus M.Si


MATARAM, BL - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Agus, menilai bahwa penurunan angka kemiskinan di wilayah Provinsi NTB, harus menjadi fokus Gubernur NTB Zulkiefimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah atau Zul-Rohmi Jilid II hingga setahun kedepan. 


Pasalnya, jika tidak ada program signifikan dalam mengurai angka kemiskinan, hal tersebut rentan menjadi gorengan politik yang berbahaya dan tidak menguntungkan bagi Zul-Rohmi Jilid II. 


"Ingat, tahun ini merupakan tahun keempat kekuasaan Zul-Rohmi. Maka, jika tidak fokus ada program pengurangan angka kemiskinan, ini bakal jadi alarm yang membahayakan kandidat petahana di Pilgub tahun 2024 mendatang," ujar Agus pada wartawan melalui pesan WhatsAppnya, Jumat (30/9). 


Ia mendaku,  bahwa merujuk data dari BPS per Maret tahun 2021, menunjukkan jumlah penduduk miskin di NTB sebesar 746,66 ribu orang atau setara dengan 14,14 persen.


Di mana, lanjut ahli komunikasi politik itu, justru sebelum Tuan Guru Bajang (TGB), mengakhiri jabatannya pada tahun 2017 lalu, jumlah penduduk miskin di NTB mencapai sekitar 15,05%. Padahal, di tahun 2013 jumlah penduduk miskin NTB sebesar 17,25%.


"Artinya selama 5 tahun, TGB mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 2,2% atau kalau empat tahun sekitar 1,2%. Ini karena angka kemiskinan NTB di tahun 2016 sebesar 16,02%," kata Agus. 


Sementara pada periode kepemimpinan Zul-Rohmi yang sejak kampanye lalu selalu menjual penerus kepemimpinan TGB. Menurut dia, justru selama 4 tahun berkuasa hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 0,82 %. 


"Ada situasi berat yang dihadapi Zul-Rohmi yaitu gempa bumi dan Covid-19. Khusus COVID-19 merupakan persoalan global dan mempengaruhi seluruh sendi perekonomian semua bangsa. Maka belajar dari itu sisa 1 tahun kedepan Zul-Rohmi harus punya inovasi untuk menurunkan angka kemiskinan yang adaptif terhadap tantangan baru ini," jelas Agus. 


FOTO. Ramli Ernanda


Terpisah, Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Ramli Ernanda, menegaskan bahwa, angka kemiskinan di Provinsi NTB turun pada periode Maret hingga September 2021. Namun, persentase penurunannya masih di bawah target RPJMD NTB tahun 2018-2023. ”Saya ingatkan, memang itu turun tapi, masih jauh sekali dari target,” tegas Ramli. 


Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini, menyebutkan adanya penurunan angka kemiskinan per September 2021 sebesar 0,31 persen. Dari periode Maret 2021 sebesar 14,14 persen menjadi 13,83 persen di September.


Jika dibandingkan target RPJMD, penurunan tersebut masih jauh dari harapan. Pada awal tahun RPJMD atau di 2018, angka kemiskinan NTB sebesar 14,63 persen. Kemudian ditargetkan turun satu persen setiap tahunnya. Artinya, di tahun 2021, seharusnya angka kemiskinan pada posisi 11,75 persen. Selisih lebih dari dua persen dari angka yang dirilis BPS.


Ramli mendaku, bahwa pemprov belum mampu berbuat banyak untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Terutama mengangkat penduduk miskin agar keluar dari garis kemiskinan akibat pandemi Covid-19. 


”Pemprov dapat dikatakan gagal mencapai target indikator kunci pembangunan daerah,” ketus Ramli.


Penurunan angka kemiskinan bakal cukup berat dihadapi pemprov. Dilihat dari penambahan jumlah penduduk miskin sebanyak 32.150 orang di masa pandemi covid pada 2020. Yang diikuit juga dengan peningkatan kesenjangan atau gini ratio pada 2021 sebesar 0,384.


FITRA NTB menemukan beberapa persoalan yang menjadi sebab belum maksimalnya penurunan kemiskinan di NTB. Kata Ramli, pemprov kurang efektif mengalokasikan anggaran untuk menekan angka kemiskinan.


Di tahun 2021, sebesar Rp 3,77 triliun dari APBD digelontorkan untuk sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, perumahan, hingga fasilitas umum. Besaran alokasi menjadi yang tertinggi kedua dalam kurun waktu lima tahun, dari 2017 hingga 2021.


”Tapi anggaran besar ini hanya mampu mengurangi sekitar 2.800 rumah tangga keluar dari garis kemiskinan,” ucap Ramli.


Kemudian, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan terindikasi tidak tepat sasaran. Sebagian besar anggaran dialokasikan untuk belanja bantuan, berupa hibah dan bansos, untuk penguatan daya beli serta mengurangi pengeluaran masyarakat.


Tapi di sisi lain, alokasi untuk belanja produktif, dengan harapan memberi daya ungkit pemulihan ekonomi hingga penyediaan lapangan kerja, justru lebih kecil. ”Hanya 20 persen saja. Lebih kecil dari alokasi belanja pegawai,” kata Ramli.


Lebih lanjut, secara keseluruhan angka kemiskinan yang dialokasikan seluruh pemda di NTB cukup besar. Persentasenya bahkan tertinggi di Kawasan Indonesia Timur, yakni 64 persen dari total APBD.


Namun, tingkat tingkat penurunan angka kemiskinan NTB jauh lebih rendah untuk periode Maret 2021-September 2021, yaitu sebesar 0,31 persen. Sementara, lima lima provinsi lain dengan proporsi anggaran yang lebih kecil, yaitu Sulawesi Utara, bisa turun 0,41 persen; Maluku Utara 0,51 persen; NTT 0,55 persen; Sulawesi Tengah 0,82 persen; dan Maluku 1,57 persen.


”Harus segera dilakukan evaluasi program penanggulangan kemiskinan. Terutama di tahap perencanaan,” tandas Ramli. (R/L..).


TerPopuler