Libatkan Mahasiswa jadi Badan Adhoc di Pemilu 2024, Cara KPU NTB Mulai Urai Problem Pemilu -->

Libatkan Mahasiswa jadi Badan Adhoc di Pemilu 2024, Cara KPU NTB Mulai Urai Problem Pemilu

Kamis, 01 September 2022, Kamis, September 01, 2022

 

FOTO. Akademisi UIN Mataram, Agus (tengah) bersama Komisioner KPU NTB, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM, Komisioner KPU NTB,  Agus Hilman (kanan) saat menjadi narasumber pada Coffe Morning KPU NTB bertajuk Rembuk Bareng Sukseskan Pemilu 2024.

 



MATARAM, BL- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB merencanakan akan melibatkan mahasiswa sebagai panitia pemilu yang bertugas di KPPS di Pemilu 2024.


Saat ini, draft usulan terkait rencana pelibatan mahasiswa sebagai badan adhock masih dalam penggodokan secara komprehensif di internal KPU setempat. 


Diharapkan, seluruh pengelola maupun Rektorat  Perguruan Tinggi (PT), baik negeri dan swasta bisa menyukseskan rencana tersebut. Apalagi, dalam skema KPU NTB,  pelibatan kampus tersebut bisa dikonversi menjadi bagian dari satuan kredit semester (SKS), misalnya melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik.


"Yang pasti usulan pelibatan mahasiswa sebagai  badan adhock di KPPS sudah kita rumuskan. Ini karena kami punya modal dasar, berupa MoU dengan PTN dan PTS di NTB terkait pendidikan pemilih yang sudah ditandatangani sebelumnya dan tinggal dilanjutkan saja," ujar Komisioner KPU NTB, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM, Agus Hilman saat menjadi narasumber pada Coffe Morning KPU NTB bertajuk Rembuk Bareng Sukseskan Pemilu 2024 di salah satu kafe di Mataram, Kamis (1/9).

Menurut Agus, pelibatan kalangan mahasiswa sebagai petugas pemilu adalah upaya pihaknya untuk mengurai problem Pemilu yang terjadi sebelumnya. 


Apalagi, kata dia, perhelatan Pemilu Serentak 2019 lalu, menyisakan duka tersendiri, yakni ada sekitar hampir 900 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia, dan ribuan lainnya jatuh sakit setelah menjalankan tugas. Hal ini sesuai data yang telah dirilis secara resmi oleh KPU RI. 


"Jadi, pelibatan mahasiswa sebagai panitia pemilu, adalah upaya kami mengurai problem Pemilu selama ini. Hal ini juga sekaligus sebagai ruang bagi mereka untuk memberikan kontribusi nyata terhadap pelaksanaan pemilu," kata Agus. 


Ia mendaku bahwa kegiatan kali ini, adalah upaya pihaknya untuk mendengarkan masukan dari berbagai stakeholder terkait tentang perbaikan dalam penyelenggaraan pemilu  serentak 2024 mendatang. 


Terlebih, dari catatan KPU di Pemilu lalu, hampir 80 persen berita hoaks juga mendominasi penyelenggaran pemilu. Tak hanya itu,  problem lainnya adalah money politik yang masif. Serta, praktik menjadikan ASN masih sebatas obyek dari pemilu bukan subjek juga berlangsung.


"Kendala dan problem yang dihadapi penyelenggara pemilu ini akan bisa terurai manakala stakeholder terkait, mulai perguruan tinggi, parpol, pemerintah baik, pusat, dan daerah, bisa terlibat secara aktif dalam menyukseskan pemilu yang bersih, bermartabat dan berintegritas sesuai tupoksinya masing-masing," tegas Agus Hilman.


Sementara itu, Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Agus, mengatakan, saat ini, posisi indeks demokrasi Indonesia dibandingkan negara lainnya di dunia, dalam posisi tidak baik-baik saja, yakni dengan nilai 6,71. Parahnya,  posisi Indonesia di bawah negara India. 


 "Posisi kita masuk negara tidak sehat elektoral dan plural demokrasinya. Jadi, ini menjadi tantangan penyelenggaraan pemilu dari sisi manajemen demokrasinya," tegas dia. 


Menurut Agus, sejauh ini ada tiga hal yang menjadi penyebab posisi Indonesia masuk katagori tidak baik-baik saja. Yakni, Pemilu sangat komplek,  dilaksanakan dalam suasana multi partai. Serta, kewenangan penyelenggara pemilu limited.


Ia mencontohkan soal kewenangan limited. Salah satunya, saat pemutakhiran data pemilih sumbernya adalah tetap dari pemerintah. Termasuk, pendidikan pemilih juga bergantung pada stakeholder. 


"Kondisi ini menjadi pemicu kewenangan KPU dan Bawaslu itu, semuanya enggak bisa leluasa dalam memilih peta jalan demokrasi yang akan mereka sasar dan pilih sendiri," ucap Agus. 


Ia menyarankan agar ada perbaikan untuk mengatasi problem yang selama ini dihadapi dalam perhelatan pemilu, tentunya perlu dilakukan dimensi pemilu dengan melibatkan semua pihak. Namun tetap harus ada peta stakeholder yang akan disasar. 


Selanjutnya, pelibatan mahasiswa sebagai badan adhock yakni, PPS juga menjadi opsi terbaik untuk mengawal jalannya proses demokrasi kedepan. 


"Jadi melalui KKN tematik, bila perlu bersama pembimbing untuk menjadi KPPS agar bisa mengontrol, baik bisa ditugaskan di kampung halamannya maupun di wilayah domisili yuridisnya, sangat bagus untuk mulai dilakukan dan disusun drafnya," ujar Agus. 


Agus menambahkan, terkait pencegahan ujaran kebencian dan berita hoaks yang menjadi momok dalam setiap pesta demokrasi, tentunya peran media massa harus aktif diajak kerjasama oleh penyelenggara pemilu. 


"Bila perlu saat setiap tahapan pemilu, utamanya sosialisasi menyangkut kepemiluan, sebaiknya para jurnalis diajak untuk bersama-sama. Dengan begitu, edukasi pada masyarakat bisa pelan-pelan dilakukan agar berita yang belum terkonfirmasi agar bisa dilakukan kros chek terlebih dahulu," tandas Agus. (R/L..).

TerPopuler