![]() |
FOTO. Dr. Wahyudin saat memaparkan disertasinya berjudul “Doktrin Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Dalam Pembentukan Perjanjian Berkeadilan. |
MATARAM, BL - Salah satu dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram atau FHISIP, Wahyuddin, resmi menyandang gelar Doktor ke-75 pada Rabu 28 Mei 2025.
Pria kelahiran Kalijaga Tengah, Lombok Timur, tahun 1985 itu, berhasil meraih predikat Cumlaude dan IPK sempurna 4.00.
Menariknya, predikat cumlaude juga diperolehnya serupa saat menempuh pendidikan S1 dan Magisternya (S2).
Hanya saja, dibalik prestasi akademik yang sempurna tersebut. Peraih gelar Dokter Ilmu Hukum itu, terlahir bukan dari kalangan mapan.
Wahyuddin, justru tumbuh bukan di taman kota yang rapi, namun dari sebuah dusun yang keras mendidik anak-anaknya dengan kehidupan.
Di tanah Dasan, tempat jalan berlumpur lebih banyak dari lampu jalan, Wahyu kecil belajar bahwa mimpi tak mengenal asal lahir.
Meski dunia tidak memberinya kemewahan sejak lahir, tapi ia punya sesuatu yang jauh lebih bernilai. Yakni, keyakinan dan ketekunan yang tak bisa dibeli.
Wahyudin menuturkan bahwa semasa SMA, hidup tak memberinya banyak pilihan. Untuk tetap bersekolah.
Dia sempat bekerja sebagai waiters dan bartender. Hal itu, lantaran Wahyudin merupakan tulang punggung keluarga.
Mengingat, Ayahnya telah lebih dahulu berpulang, sejak usianya masih belasan.
"Kondisi ini yang memaksa saya harus dewasa sebelum waktunya oleh keadaan untuk sekadar melanjutkan kehidupan dan bersekolah," ujar Wahyudin, Minggu 1 Juni 2025.
Dia mengatakan bahwa selepas SMA, Wahyudin memilih merantau ke Jakarta bukan untuk mencari kenyamanan, tapi mengejar harapan.
Menurutnya, menjadi joki payung di mall Chithose, joki 3in1 di wilayah Jalan Sudirman, hingga sempat menjadi pekerja entertainment di wilayah Harmoni, harus dilakoninya.
Wahyudin mendaku bahwa jalan sunyi yang ia pilih, bukan karena malu, tapi karena sadar, mimpi tidak bisa dibayar dengan gengsi.
"Ketika akhirnya bisa melanjutkan S1 di bidang hukum, saya masih harus bekerja sebagai salesman demi membiayai kuliah dan keluarga," ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa setelah lulus sarjana, Wahyudin rela memutuskan menjadi Pekerja Migran Indonesia di Korea Selatan (Korsel).
Hal ini dalam rangka untuk mengejar pendidikan S2.
"Saya, bertahun-tahun berjibaku di negeri orang, menahan dinginnya salju, rindu, dan tekanan, semua demi mimpi yang lebih besar," katanya.
Sepulang dari Korea Selatan, ia melanjutkan studi S2 di FH Unram, dan menjadi lawyer bersidang di peradilan umum, BANI hingga MK.
Selanjutnya, Wahyudin bernasib baik. Dia dipercaya menjadi tenaga ahli dan konsultan hukum, hingga akhirnya mengabdi sebagai dosen di kampus yang kini memberinya gelar doktor.
"Yang jelas, perjuangan saya, tidak akan berhenti di sini," ucapnya.
Wahyudin menjelaskan, dalam disertasinya berjudul “Doktrin Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Dalam Pembentukan Perjanjian Berkeadilan”. Dirinya, menggugat ketimpangan yang sering terjadi dalam hubungan kontraktual.
Wahyudin mengaku bahwa Ia menyuarakan hal itu. Sebab, baginya, hukum bukan sekadar pasal, tapi juga nurani bahwa keadilan tidak cukup dibingkai dalam teks, tapi harus hadir dalam realita.
“Doktrin penyalahgunaan keadaan bukan sekadar alat hukum. Namun ia adalah jembatan antara kebebasan berkontrak dan perlindungan terhadap yang rentan mereka yang tersudut karena darurat, kebodohan, atau ketergantungan," jelas Wahyudin menegaskan.
![]() |
FOTO. Ketua Majelis Sidang, Dr. Lalu Wira Pria Suhartana, SH.,MH bersama para penguji lainnya usai Ujian Terbuka Disetasi Doktoral Dr Wahyudin SH MH. |
Sementara itu, Ketua Majelis Sidang, Dr. Lalu Wira Pria Suhartana, SH.,MH, berharap agar ilmu yang diraih Wahyudin bisa menjadi penerang bagi rekan-rekan sejawat. Mulai mahasiswa, dan masyarakat luas.
"Perjuangan Wahyudin harus menjadi contoh bagi mahasiswa FHISIP Unram. Yakni, keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk siapapun meraih impiannya. Semoga muncul generasi Wahyudin dikemudian hari yang memiliki keuletan dan ketekunan untuk belajar dan belajar," tandas Lalu Wira Pria Suhartana yang juga Dekan FHISIP Unram. (R/L..).