AI Bukan Ancaman Serius, Anggota Dewan Pers Sebut Era Disrupsi Peluang Jurnalis Hadirkan Berita Berkualitas -->

AI Bukan Ancaman Serius, Anggota Dewan Pers Sebut Era Disrupsi Peluang Jurnalis Hadirkan Berita Berkualitas

Senin, 25 September 2023, Senin, September 25, 2023

 

FOTO. Taufan Eko Nugroho, CEO TVone (kiri) bersama Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo (tengah)  saat menjadi narasumber pada seminar nasional bertajuk Teknologi AI terhadap perkembangan profesi wartawan di el Hotel Bandung. 















BANDUNG, BL   - Teknologi berbasis artificial intelligence (AI) belakangan ini menjadi sorotan publik. Teknologi ini banyak diperbincangkan oleh orang-orang karena kemampuannya yang luar biasa dalam mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. 


Di Indonesia, teknologi sudah dikembangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta, yakni tvOne. Keuntungannya membuka ruang bagi TV free-to-air (FTA) dalam rangka menciptakan nilai tambah layanannya.


"Yang utama kenapa kita mulai menggagas hal ini tidak lain agar tetap memiliki daya saing dalam ekosistem media di tengah menjamurnya layanan Over-The-Top (OTT)," ujar CEO TVOne, Taufan Eko Nugroho Rotorasiko saat menjadi narasumber dalam seminar nasional bertajuk Teknologi AI terhadap perkembangan profesi wartawan di el Hotel Bandung, Senin (25/9).


Menurut Taufan, industri penyiaran  harus beradaptasi dengan teknologi informasi dan komunikasi terkini. Sebab, Disrupsi digital telah menuntut pelaku usaha media, termasuk TV free-to-air (FTA), untuk berkonvergensi agar tetap relevan di era digital. 


'Secara khusus, TV FTA harus memanfaatkan momentum analog switch off (ASO). Termasuk teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan," kata dia. 


Lebih lanjut Taufan mengaku, dari sisi bisnis penyiaran, Perseroan telah mengambil langkah-langkah antisipatif migrasi penyiaran analog ke digital untuk menjaga tingkat kepemirsaan ANTV dan tvOne.


Seperti melalui berbagai kampanye dan sosialisasi migrasi siaran TV digital sekaligus memberikan asistensi teknik kepada pemirsa, memutakhirkan infrastruktur penyiaran digital dan memperkuat daya pancar siaran.


Selain itu, menyajikan konten berkualitas dan beragam dengan fokus consumer centric, dan terus berinvestasi dari segi konten maupun platform digital meraih konsumen digital native (generasi milenial dan Gen Z).


“Memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence, TVOne telah menghadirkan terobosan dalam dunia pertelevisian Indonesia,” tegas Taufan.


Ia menjelaskan bahwa sejak 21 April 2023, TVOne mempunyai lebih dari tiga presenter AI seperti Nadira, Sasha, Bhoomi. Sistem AI dapat membaca dan memproses informasi secara cepat dan akurat, serta simbol menuju perubahan yang selalu menuntut adaptasi.


"TVOne merupakan TV mainstream pertama di Indonesia, di ASEAN yang meluncurkan berita-berita dengan support AI dan di dunia ini saingan kita hanya India. Jadi kita dua negara yang sedang bersinergi bersama yang mencoba menggunakan teknologi ini,” jelas Taufan 



FOTO. Dua orang utusan PWI NTB saat mengikuti 
seminar nasional bertajuk Teknologi AI terhadap perkembangan profesi wartawan di el Hotel Bandung. 



Sementara itu, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan, bahwa fenomena chatbot kecerdasan buatan (AI) saat ini, memiliki dua pandangan yakni, optimis dan kritis. 


Dari sisi pandangan optimis. Menurut dia, kehadiran chatbot AI, tidak lain merupakan sebuah inovasi teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang bisa melahirkan mesin canggih.


Namun, dari pandangan kritis, justru perkembangan chatbot AI juga merupakan fenomena ekonomi politik. Sebab, di balik fenomena AI ada perusahaan Microsoft yang memiliki motif-motif ekonomi.


"Disitu, perusahaan ini melakukan survei digital terhadap penggunanya. Nah, perusahaan ini juga ada di Amerika Serikat (AS). Ketika model bisnis Google, YouTube, Microsoft dipersoalkan oleh Uni Eropa, yang membelanya adalah presiden AS langsung,” ujar Agus.


Peneliti media dan komunikasi yang juga Head of New Media Research Center Akademi Televisi Indonesia (ATVI) ini, menegaskan bahwa persoalan inovasi teknologi dalam memajukan kehidupan manusia tidak hanya soal perkembangan pengetahuan tetapi fenomena ekonomi politik. Bahkan itu mungkin geo ekonomi politik.


"Jika Indonesia tidak berhati-hati dalam bersikap, bisa jadi Indonesia akan menjadi objek saja. Pemasaran dari produk-produk AI itu dan kita tidak punya cukup perspektif untuk mengantisipasi residunya,” tegas Agus.


Menurut Agus, AI dan internet of things memiliki prinsip, yaitu semakin banyak digunakan semakin banyak user behavior yang ditambahkan oleh platform. Jadi, produk AI yang diproduksi, digunakan oleh banyak orang untuk mendapatkan data yang lebih banyak lagi.


Oleh karena itu, perspektif optimis dan kritis harus seimbang. Terlebih, perspektif kritis harus muncul dari media massa dan masyarakat. Salah satu teori disebutkan adalah bentuk kekuasaan itu beraneka ragam. Yakni, bukan hanya kekuasaan dan bentuk negara, melainkan platform digital yang dinilai memegang kekuasaan bisnis, budaya, dan memiliki dampak politik.


“Tidak ada pemilu di negara demokrasi yang tidak menjadi sasaran praktik propaganda komputasional. Praktik tersebut di belakangnya ada siapa? Pasti secara langsung akan melibatkan Google, Facebook, YouTube, Twitter, dan sejenisnya karena propaganda komputasional terjadi di platform mereka. Ini yang harus diwaspadai, tapi enggak usah kita musuhi namun bagaimana kita ajak mereka bermitra karena juga banyak membantu kerja kita selama ini," papar Agus.


Dalam kesempatan itu. Agus mengingatkan, media massa jika ingin bertahan di era disrupsi teknologi, pastinya harus berorientasi pada jurnalisme berkualitas, menegakkan kode etik, dan mampu mendeferensi produk.


"Era Disrupsi ini, jika kita ingin bertahan eksis, maka enggak usah kita melakukan hal-hal yang sudah habis-habisan dikerjakan medsos. Yang fokus kita kerjakan adalah bagaimana mendekatkan diri dengan pembaca, dan kembali pada kualitas. Saya kira, kalau media massa itu bisa mewujudkan itu, saya kira akan kembali dilirik pengiklan atau korporasi," jelas Agus 


"Jadi menurut saya, dalam konteks hari ini, saling membutuhkan antara media massa dan korporasi," sambung dia. (R/L..).

TerPopuler