Pemilu 2024, Pusdek UIN Mataram : Proporsional Terbuka Upaya Jaga Kesejahteraan Rakyat -->

Pemilu 2024, Pusdek UIN Mataram : Proporsional Terbuka Upaya Jaga Kesejahteraan Rakyat

Rabu, 18 Januari 2023, Rabu, Januari 18, 2023

 



FOTO. Suasana diskusi bertajuk Menakar Sistem Pemilu : Representasi Kepentingan Daerah di ruang rapat rektorat lantai III UIN setempat






MATARAM, BL - Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (Pusdek) Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, menilai sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari berpotensi menguatkan oligarki.


Karena itu, Pusdek UIN Mataram, tetap menyuarakan agar sistem pemilu tetap mempertahankan proporsional terbuka. 


"Untuk Pemilu 2024, sebaiknya tetap sama menggunakan sistem proporsional terbuka. Nah nanti setelahnya, mari kita diskusikan lebih baik lagi, bagaimana skema terbaiknya. Ini karena sistem proporsional tertutup berpotensi abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) oleh elite partai," ujar Wakil Ketua Pusdek UIN Mataram, Dr Agus dalam diskusi bertajuk Menakar Sistem Pemilu : Representasi Kepentingan Daerah di ruang rapat rektorat lantai III UIN setempat, Rabu (18/1). 


Pada diskusi yang dibuka Rektor UIN Mataram Prof Masnun Tahir, dengan dimoderatori Ketua Pusdik, Prof Kadri dan dihadiri Ketua KPU NTB Suhardi Soud, Ketua Bawaslu Itratip itu. 


Agus mendaku, bahwa sistem proporsional tertutup juga akan menyebabkan tidak maksimal nya calon legislatif dalam melakukan kerja-kerja elektoral dalam meraup suara pada Pemilu 2024.


Ia menilai, sistem proporsional tertutup juga akan melemahkan peran partai politik, karena mesin partai hanya bekerja sendiri tanpa dukungan dari para calon legislatif.


"Kalau mau jujur, yang untung itu adalah parpol besar, serta loyalitas caleg justru hanya pada pimpinan partai pada sistem proporsional. Beda dengan proporsional terbuka, yakni akan menguntungkan parpol baru. Dan disitu, orang mudah pindah pagar karena memang enggak ada idiologi partai," jelas Agus 


Hanya saja, kesejahteraan rakyat sebagai pemilih pada sistem proporsional tertutup, justru  terhambat. Sebab, para kader yang menjadi caleg akan loyal pada pimpinan partai.


"Memang lebihnya, kertas suara lebih kecil, efisien, untuk proporsional tertutup tapi legitimasi calon sangat rendah," kata Agus. 


Untuk itu, lanjut dia, agar pilihan hak-hak daerah dapat terwakili, maka sistem proporsional sebaiknya tetap dipertahankan dalam Pemilu 2024. Mengingat, sistem tertutup justru hanya bersifat perwakilan politik. 


"Tapi, jika sistem proporsional terbuka, maka DPRD menjadi perwakilan fungsional. Jadi, pandangan kami, daerah akan bisa maju, maka sebaiknya proporsional terbuka dipertahankan," ungkap Agus. 


Sementara itu, Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) NTB, Lalu Aksar Anshori, mengatakan, bahwa tantangan Pemilu kian komplek dan rumit.


Sebab, dari awal pemilu dimulai di Indonesia hingga kini, semua sistem pemilu sudah pernah dicoba dilakukan. Hanya saja, kerumitan sistem pemilu menyebabkan peluang terjadinya money politik dan kecurangan. 


"Kalau saya diminta untuk memilih, maka pilihan pada sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, layak dilakukan. Ini karena sistemnya, simpel karena memilih partai. Dan juga surat suaranya tidak besar. Maka, itu juga memudahkan pihak penyelenggara karena sosialisasi juga enggak lama," jelas Aksar yang juga mantan Ketua KPU NTB itu. 


Terpisah, Ketua Pusdik UIN Mataram, Prof Kadri, menjelaskan, bahwa  proporsional terbuka lebih baik dari proporsional tertutup. 


"Usulan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup jelas harus ditolak," kata dia. 


Menurut Guru Besar Ilmu Komunikasi Politik itu, saat ini, sistem proporsional terbuka harus dipertahankan. Ada dua urgensi mengapa sistem proporsional terbuka harus dipertahankan.


"Pertama, sistem proporsional terbuka lebih mencerminkan prinsip kedaulatan rakyat. Keterpilihan caleg tidak boleh bergeser dari keputusan rakyat yang berdaulat kepada keputusan pengurus partai politik apalagi pimpinan parpol," ujar Kadri.


Alasan kedua, sistem proporsional terbuka merupakan sistem yang lebih demokratis. Juga serta 'setia' menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Tidak ada alasan untuk kembali ke sistem proporsional tertutup.


"Sistem proporsional terbuka lebih 'memuliakan' daulat rakyat dibanding sistem proporsional tertutup," tegas Kadri.


Terhadap gugatan yang sedang berlangsung, MK diminta harus hati-hati terutama dalam memutus perkara pengujian UU Pemilu. MK harus memiliki komitmen sebagai lembaga pengawal demokrasi (the guardians of democracy) dalam menguji gugatan UU Pemilu ini.


"Jangan sampai MK mengingkari semangat berdemokrasi dengan terjebak dan terlibat serta turut serta merusak sistem pemilu yang selama ini telah dan sedang dibangun," tandas Kadri. (R/L..)

TerPopuler