Perjuangan Warga Sumbawa Bukan "Serial Drama Korea", Aweng Kecam Sikap Pasif Gubernur NTB -->

Perjuangan Warga Sumbawa Bukan "Serial Drama Korea", Aweng Kecam Sikap Pasif Gubernur NTB

Senin, 26 Mei 2025, Senin, Mei 26, 2025

 

FOTO. Sawaluddin. 




















MATARAM, BL -  Sikap pasif Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal atas aspirasi dan perjuangan masyarakat Pulau Sumbawa yang membentuk Provinsi Pulau Sumbawa (PPS), menuai reaksi sejumlah pihak. 


Terlebih, kini aksi demonstrasi jilid III kembali digelar ribuan masyarakat di Pelabuhan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) pada Senin 26 Mei 2025. 


Dalam aksi itu, terpantau sejumlah kendaraan mengantre di pinggir jalan menuju maupun keluar dari pelabuhan.


Di sisi lain, Warga Poto Tano juga menutup jalan alternatif dengan alasan lalu lintas kendaraan mengganggu aktivitas.


Sedangkan, massa pun terlibat aksi saling dorong dengan aparat kepolisian di sekitar area jalan dekat gerbang masuk pelabuhan.


Mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) NTB periode 2018–2021, Sawaluddin, yang akrab disapa Aweng, menyayangkan sikap Gubernur yang diam dan terkesan apatis dalam menghadapi aspirasi warga lima kabupaten/kota di Pulau Sumbawa yang telah berakar selama lebih dari dua dekade tersebut. 


Eks tim pemenangan Iqbal-Dinda di Pilgub NTB lalu, menegaskan bahwa Gubernur, merupakan  perpanjangan tangan pemerintah pusat. 


"Jadi, ketika rakyat bersuara, tugas beliau (Gubernur) bukan diam, apalagi bersikap seolah ini urusan pinggiran," tegas Aweng pada wartawan, Senin 26 Mei 2025. 


Politisi Gerindra ini, mengaku bahwa aspirasi pembentukan PPS ini, bukan merupakan isu  elite yang berujung pada  rivalitas dua pulau di NTB, yakni  Lombok dan Sumbawa. 


Sebab, dari pantauannya, justru PPS ini, murni kehendak rakyat dan akar rumput.


Itu ditandai dengan, Warga lima kabupaten/kota tersebut, mereka mengorganisir diri secara swadaya berhimpun untuk bersama sama dalam perjuangan PPS. 


“Pilihan diam itu bukan netral. Tapi, itu menunjukkan sikap menghindar dari tanggung jawab moral dan politik," kata Aweng. 


Ia mengherankan sikap diam seorang kepala daerah. Padahal, sudah menjadi kewajiban seorang kepala daerah untuk menyuarakan aspirasi PPS tersebut di tingkat pusat.


"Ingat, diam itu bukan netral, tapi diam itu pembiaran,” ucap Aweng.


Ia mengingatkan bahwa perjuangan PPS sudah melewati proses panjang. Yakni, sejak era gubernur Harun Al Rasyid hingga moratorium DOB di masa ahir kepemimpinan gubernur TGB Zainul Majdi. 


Menurut salah satu tokoh pemuda Sasak ini, sejauh ini, justru berbagai kajian, syarat administratif, hingga dukungan politik daerah untuk pembentukan PPS sudah tuntas seluruhnya. 


"Sekarang tinggal pada komitmen dan keberanian melanjutkan perjuangan ke pusat. Pak Gubernur, tidak perlu tandatangan baru, tidak perlu bikin tim lagi. Cukup bawa suara rakyat ke meja Presiden dan Mendagri. Itu saja. Tapi kalau no comment, itu artinya memilih bungkam atas jeritan masyarakat sendiri,” jelas Aweng.


Lebih lanjut dikatakannya bahwa dukungan pada pembentukan PPS bukan karena keberpihakan wilayah. Namun karena panggilan hati terhadap keadilan dan pemerataan pembangunan selama ini.


"Saya tidak mengada ada atau membuat serial drama Korea. Ini fakta lapangan yang saya alami selama bertahun tahun  mengelilingi berbagai pelosok dan berintraksi dengan masyarakat di Pulau Sumbawa," ungkap Aweng. 


Ia mendaku bahwa perjuangan masyarakat Pulau Sumbawa tidak boleh dibaca sebagai upaya memisahkan diri dari Provinsi NTB secara emosional.


Namun, sebagai bentuk perlawanan terhadap ketimpangan struktural.


“Saya orang Lombok dan orang Sasak, tapi saya sangat mendukung PPS. Karena ini bukan isu sektarian. Ini soal kesenjangan layanan publik, soal keterjangkauan, soal pemerataan pembangunan,” tandas Aweng. 


Ia mencontohkan bahwa banyak wilayah di Sumbawa mengalami ketertinggalan akses layanan publik dan infrastruktur karena beban administrasi dan jarak yang terlalu jauh dari pusat provinsi di Mataram.


Karena itu, kata Aweng, sikap Gubernur NTB yang bersikap dingin terhadap isu PPS harus mulai dibangkitkan.


Sebab, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah juga dipertaruhkan dalam momen-momen krusial seperti ini.


“Kalau rakyat sudah bergerak, lalu pemimpinnya diam, maka itu akan menjadi luka kolektif. Gubernur harus buka suara, harus ambil sikap. Tidak ada yang perlu ditakuti,” tegasnya lagi.


Aweng menyampaikan bahwa perjuangan PPS adalah bagian dari ikhtiar demokrasi. Karenanya, ia menolak aksi demontrasi ribuan warga itu dikategorikam masukan tindakan makar.


"Ini aspirasi konstitusional. Jadi jangan anggap sepele atau alergi terhadap suara rakyat," tukasnya. 


Aweng mengajak seluruh elite politik di NTB, termasuk Gubernur, untuk tidak mengulang pola pengabaian yang sama,  seperti yang terjadi selama kepemimpinan Zul-Rohmi. 


"Sebagai kader Gerindra, saya hanya minta Pak Gubernur Lalu Iqbal, agar bisa menunjukkan keberpihakan nyata pada rakyat Pulau Sumbawa. Ingat, jabatan itu amanah. Ketika rakyat bergerak dan pemimpinnya memilih bungkam, maka sejarah akan mencatatnya bukan sebagai negarawan, tapi sebagai penghianat," tandasnya menegaskan. (R/L..).

TerPopuler